Blog Batak – Sekitar 60 tahun silam zaman kemerdekaan Indonesia, gerak perekonomian masyarakat di Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara mulai Nampak dengan berbagai kegiatan aktivitas perdagangan, mulai perdagangan hasil pertanian hingga semilan bahan pokok. Namun disisi lain, kreativitas masyarakat didaerah ini muncul, salah satunya adalah membuat dan menjual lepat atau ombus ombus dengan ciri khas tersendiri.
Memang, sebagian besar daerah memiliki ciri khas masakan khas masing-masing dan hingga saat ini selalu dipertahankan dengan berbagai alasan mulai dari adat, budaya maupun alas an tertentu lainnya. Demikian halnya di Kecamatan Siborongborong, daerah ini memang cukup strategis untuk zona kawasan bisnis, karena berada di daerah Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Tarutung-Balige. Kawasan ini juga berada dipertengahan daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Humbahas. Sehingga tak bias dipungkiri, banyak pedagang dari ketiga kabupaten tersebut melakukan pengembangan usaha di daerah ini.
Awalnya, sekitar tahun 1940-an, almarhum Musik Sihombing lah yang memulai usaha berjualan lepat ini yakni di rumahnya, di Jalan Balige Pusat Pasar Kecamatan Siborongborong. Namun kala itu, Almarhum Musik Sihombing memberi nama lepat tersebut “Lappet Bulung Tetap Panas”. Usaha tersebut dinilai warga cukup menjanjikan, karena pembelinya cukup lumayan.
Dinilai berhasil, Almarhum Anggiat Siahaan datang dari Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong mulai ikut membuat lepat seperti yang dimulai oleh Almarhum Musik Sihombing. Dibantu sang istri, Almarhum Horlina boru Nababan, akhirnya Almarhum Anggiat Siahaan pun mulai berjualan lepat dengan cara menganyuh sepeda dari desanya. Saat berjualan, Almarhum Anggiat Siahaan mungkin terlalu rancu menawarkan nama jualannya yang terlalu panjang yakni “lappet Bulung Tetap Panas” seperti yang dimulai Almarhum Musik Sihombing. Sehingga muncullah ide kreatif Almarhum Anggiat Siahaan untuk memberinya nama baru yang lebih simple dan menarik. Nama lepat tersebut dia beri usul “Ombus-ombus No.1”.
Kalau menilik soal nama dalam Bahasa #Batak tersebut Ombus-ombus berarti tiup-tiup. Mungkin alas an Anggiat memberi nama tersebut disebabkan lepat yang terbuat dari tepung beras ini lebih enak dimakan saat panas-panas. Namun pembuatan nama baru ini bukannya berjalan dengan mulus begitu saja, sejak nama baru itu dikumandangkan Almarhum Anggiat, pertikaian soal nama pun terjadi dengan almarhum Musik Sihombing. Pertikaian itu berakhir seiring dengan waktu, dan Almarhum Anggiat Siahaan tetap mempertahankan nama yang dicetuskannya itu tanpa memikirkan hal-hal lain.
Hampir setiap hari, Almarhum Anggiat Siahaan menjajakan lepat Ombus-ombus No.1-nya ke Pasar Siborongborong. Ditengah ramainya Pasar Siborongborong, Alamarhum Anggiat tetap gigih menjajakan lepatnya. Sementara dirumah, sang istri Almarhum Herlina Boru Nababan sudah menyiapkan lepat baru untuk dijual keesokan harinya. Dengan tekun dan kerja keras, kedua Pasangan Suami Istri ini mampu meraup keuntungan yang cukup untuk membiayai kebutuhan rumahtangga meereka hingga dari keduanya dikaruniai 8 anak.
Saban hari hingga bertahun-tahun lamanya, dari subuh hingga magrib, Almarhum Anggiat yang dikenal pekerja keras ini terus mengembangkan usahanya. Hingga suatu ketika, ia mendapat kado dari pihak mertuany untuk membangun sebuah gubuk dagangannya di depan Terminal Mini Siborongborong. Kala itu (Sekitar tahun 1970-an), menurut anaknya Walben Siahaan yang saat ini meneruskan usaha orangtuanya mengisahkan, bahwa gubuk itu sangatlah sederhana atau ala kadarnya. “Yang penting bisalah untuk tempat berjualan,” tutur Walben Siahaan.
Didepan gubuk kecil itu, Almarhum Anggiat Siahaan langsung membuat plang tanda “Ombus-ombus No.1”. Dan sejak itulah, Almarhum Anggiat tidak lagi menganyuh sepedanya untuk berjualan, melainkan hanya menunggu di gubuk yang baru dibangunnya. Pelan tapi pasti, dengan bantuan anak-anaknya, usaha keluarga itu pun terus berjalan lancar.
Tahun 1994, Alamrhum Anggiat Siahaan akhirnya dipanggil oleh-Nya, dan meninggalkan sang almarhum istri Horlina boru Nababan pada tahun 2002 dan kedalapan anaknya. Namun perjuangan keras hidupnya itu tak berakhir sia-sia, tiga anaknya berhasil masuk menjadi PNS, sementara yang lainnya kebanyak berwiraswasta.
Walben Siahaan Teruskan Usaha Ombus-ombus No 1.
Walau kini berbagai jenis jajanan modern muncul diperjual belikan terutama di pasar-pasar atau pinggiran jalan Siborongborong, Walben Siahaan anak kandung Almarhum Anggiat Siahaan ini tetap mempertahankan usaha yang dirintis oleh almarhum orangtuanya.
Walben Siahaan yang mempersunting sang istri tercinta Besinna Boru Togatorop dan dikarunia dua anak ini malah semakin mengembangkan nama Ombus-ombus untuk bias dikenal dan dikenang oleh masyarakat luas. Walben yang kini menjadi Kepala Desa Pohan Tonga , Kecamatan Siborongborong ini dengan tidak mau kalah dengan almarhum orangtuanya. Apa ide kreatif Walben itu?, ide itu adalah dengan membuka sebuah perusahaan jasa angkutan umum berbentuk persekutuan komanditer yang diberi nama CV. Ombus-ombus.
Apa yang membuat Walben Siahaan untuk tetap mempertahankan nama Ombus-ombus No.1?. Dikisahkannya, bahwa dulunya almarhum ayahnya, tak pernah mengenal lelah untuk menjajakan lepat yang dibungkus dengan daun pisang dan dicampur dengan gula merah dan gula pasir ini. “Walau hujan dan terik mentari dipersimpangan Jalinsum yang ada Siborongborong, dengan menganyuh sepeda dan dibelakangnya dibuat kotak tempat lepat Ombus-ombus No1. Ayahku tetap mengejar pembeli, bahkan menawarkannya ke bus-bus angkutan yang sengaja berhenti di Simpang Tiga Kota Siborongborong. Jadinya saya memaknai perjuangan keras itu sampai sekarang, hal ini juga saya ceritakan kepada kedua anak saya,” tutur Walben Siahaan.
Kembali diceritakannya, berkat perjuangan keras sang ayah, ia pun bias menikmati harta peninggalan orangtuanya, apa itu? Sebuah gedung bertingkat yang kini ditempatinya hasil peninggalan Almarhum kedua orangtuanya. Letaknya di Jalan Sisingamangaraja atau persis didekat terminal mini Siborongborong. Semenjak bangunan itu permanen, pembeli yang datang kerumahnya yang berbentuk warung (Lapo-dalam bahasa Batak) semakin ramai. “Pembeli yang datang tidak memandang usia, semua kalangan datang, bahkan masyarakat yang melintas dari Siborongborong ini sengaja singgah untuk membeli oleh-oleh Ombus-ombus No.1, bahkan untuk acara-acara besar pun sering dipesan khusus, seperti pertemuan Usnsur Muspida Taput, Tobasa, Humbahas atau acara pernikahan dan lain-lain,” kata Walben.
Ditengah usaha kerja keras Walben Siahaan untuk mengusahai jualan lepat ini, sang istrinya Besinna boru Togatorop bahkan disokongnya untuk menjadi calon anggota DPRD Taput periode 2009/2014 dari Daerah Pemilihan yang meliputi Kecamatan Siborongborong, Sipoholon, Parmonagan, Muara dan Pagaran.
“Perjuangan istri saya memang berat, tapi kami optimis, berkat Tuihan, dan berbekal Ombus-ombus No.1 serta dukungan masyarakat istri saya pasti bias menjadi anggota DPRD nantinya,” tukas Walben Siahaan dengan nada optimismenya. Ketika ditanya apakah usaha lepat Ombus-ombus No.1 itu suatu saat akan hilang? Pria yang suka nyelonoh dan humor ini dengan tegas mengatakan, bahwa usaha itu akan terus dipertahankan oleh keluarganya hingga turun temurun.
Pengunjung Singgah Diwarung Ombus ombus No.1 Sambil Minum Kopi.
Warung atau dalam bahasa Batak disebut Lapo Ombus-ombus No.1 juga menyediakan kopi asli dan hidangan teh manis bagi para tamunya yang singgah ditempat ini. Sambil minum kopi, biasanya pengunjung memesan Lepat Ombus-ombus No.1 yang masih panas. Bisa kita bayangkan bagaimana nikmatnya hidangan itu apalagi dibarengi dengan cuaca dingin dan sejuk Kota Siborongborong.
Salah penikmat ombus ombus ini, Tony menyarankan kepada pemilik warung Ombus-ombus No.1, sebaiknya lepat Ombus-ombus itu tetap dapat disuguhkan panas-panas. “Kalau boleh ngasih saran, ombus-ombus itu sebaiknya tetap disuguhkan panas-panas, kadang tidak panas, jadi kurang enak dimakan sambil minum kopi,” imbuh Tony.
Cocok Buat Oleh-oleh.
Sedangkan pengunjung lainnya, H.Sardian Siregar yang singgah bersama rombongan keluarga dengan menaiki mobil pribadi di Lapo Ombus-ombus No.1 ini mengatakan, bahwa keluarganya di Medan sering menitipkan agar dibelikan Ombus-ombus No.1 untuk oleh-oleh. “Kalau kami sudah langganan lah Ombus-ombus No.1 ini buat oleh-oleh ke Medan , setiap kami mau ke Medan atau Tebing Tinggi untuk berkunjung ke tempat keluarga selalu membeli Lappet (Lepat) ini,” tukas Sardian Siregar.
Ketika Metro bertanya, kenapa keluarganya selalu memesan Ombus-ombus No.1, Sardian menjelaskan, bahwa sebenarnya yang memakan Ombus-ombus itu nantinya adalah seluruh keluarga saya dan keluarga kami di Medan . “ Kan enak sambil bercerita-cerita atau berkeluh kesah dengan keluarga sambil ngopi dan makan Lappet ini” paparnya.
Komponis Batak Alm.Nahum Situmorang Abadikan Ombus-ombus Dalam Sebuah Lagu.
Bagi anda suku #Batak, mungkin lagu “Marombus-ombus” karya cipta komponis besar Almarhum Nahum Situmorang sudah tidak asing lagi didengar. Lagu ini malah sudah sering didendangkan oleh para “Parmitu” atau peminum tuak di “Lapo-lapo tuak”. Entah faktor apa dulunya yang mengimajinasikan Nahum Situmorang untuk menciptakan lagu bertemakan Ombus-ombus ini yang dikaitkan dengan Si boru Hombing. Namun, kita pantas untuk mensyukurinya. Kenapa..? karena ternyata untuk mengabadikan sebuah masakan khas bisa juga lewat sebuah lagu.
Mungkinkah Almarhum Nahum Situmorang semasa hidupnya juga salah seorang penggemar Lappet (Lepat) Ombus-ombus?. Kita tidak tahu, ataukah lagu itu hanya sekedar hasil karya dengan imajinasi yang kuat..? ataukah Nahum Situmorang memang pernah punya kenangan dengan seorang gadis boru Sihombing..? kita tidak tahu. Karena beliau telah mendahului kita yang menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 20 Oktober 1969 di RSUP Medan.
Sementara ini Ombus-ombus masih tetap terjaga, dengan masih utuh adanya beberapa penjaja Ombus-ombus di Simpang tiga Siborongborong yang menggunakan sepeda. Tapi yang perlu kita ketahui, para penjual Ombus-ombus ini bukannya membeli Ombus-ombus yang akan dijualnya dari Warung Walben Siahaan, melainkan bikinan sendiri.
Penghasilan para penjual Ombus-ombus sepeda ini memang tidak begitu besar. Keuntungannya hanya berkisar antara Rp.30 ribu hingga Rp.40 ribu per harinya. Namun ada yang sedikit aneh, dari sekitar 8 orang penjual Ombus-ombus bersepeda di Siborongborong saat ini. Apakah itu..? dari delapan orang ini, dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok Desa Somanimbil dan Kelompok Desa Sambariba Horbo. Kenapa demikian…? Inilah mungkin hasil mufakat dari pertikaian sekitar 50 tahun silam antara alm.Anggiat Siahaan dengan Alm.Musik Sihombing yang mempersoalkan nama antara “Lappet Bulung Tetap Panas” karya Alm.Musik Sihombing dengan “Ombus-ombus No.1” karya Anggiat Siahaan.
Kedua kelompok penjual Ombus-ombus tadi, kini harus berbagi hari untuk berjualan di Pasar Siborongborong. Jika hari Senin kelompok dari Desa Somanimbil yang berjualan, maka hari berikutnya adalah kelompok dari Desa Sambariba Horbo, begitulah seterusnya. Mungkin kalau kita nilai, hal ini merupakan persaingan ekonomi berdasarkan musyarawarah dan mufakat. Artinya, persaingan ekonomi sebagaimana dalam ilmu atau prinsip perekonomian dalam ilmu pendidikan yang kita peroleh tidak logis. Tapi inilah sebuah contoh keadilan dari masa silam.