Saya awam dalam hal politik. Tetapi sesekali mau terlibat dalam diskusi politik di sosial media ini. Beberapa hari terakhir ini saya mengamati diskusi tentang penggusuran di Dadap, Tangerang. Banyak orang mempertanyakan mengapa tokoh-tokoh yang selama ini lantang bersuara terhadap penggusuran di Kalijodo, Luar Batang, tidak bersuara atas kasus di Dadap. Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Yusril, Ratna, Wanita Emas dan lain-lain.
Beberapa pihak menduga Yusril “peduli” terhadap Kalijodo dan Luar Batang hanya cari dukungan untuk pencalonan dirinya menjadi Gubernur DKI di pilkada 2017.
Saya teringat akan film The Executive Decision di mana para teroris membajak pesawat Amerika. Atas desakan tim sukses, seorang senator (kalau tidak salah Senator Mavros yang kebetulan berada di pesawat yang dibajak) mengajukan diri menjadi negotiator antara pembajak dengan pemerintah AS. Tujuan sang senator bukanlah demi keselamatan penumpang tetapi mencari kesempatan dalam kesempitan.
Jika dia berhasil maka dia akan menuai banyak pujian. Dan itu menjadi modal berharga dalam pencalonan dirinya menjadi the next president of USA. Pertanyaan banyak orang, apakah Yusril, Ratna dan yang lainnya benar-benar care terhadap nasib rakyat kecil Jakarta? Biarlah mereka sendiri yang menjawab.
Terhadap pertanyaan banyak pihak, mengapa tokoh-tokoh di atas tidak lantang bersuara atas kasus Dadap? Jika menilai dari sisi marketing politics, hal itu bisa dimaklumi. Usaha-usaha pemasaran termasuk di dalamnya periklanan, publisitas harus diarahkan ke target market. Dan jika aksi tokoh di atas dikaitkan dalam rangka pilkada 2017 tentunya membela kasus Dadap hanya menghabiskan energi dan waktu saja. Toh warga Dadap bukanlah pemilik suara di pilkada DKI 2017.
image dari amazon.com
Dalam buku The End of Advertising as We Know It, Sergio Zyman menjelaskan tidak penting iklan Anda disukai pemirsa, iklan Anda mendapat penghargaan sebagai iklan terbaik selama itu tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan penjualan. Begitu banyak uang dihamburkan tetapi tidak mendapatkan real buyer. Jika dikaitkan dengan pilkada tadi, mungkin cagub akan mendapatkan puja-puji jika memperjuangkan kasus Dadap tetapi tidak akan memberikan sumbangsih riil terhadap perolehan suaranya.
Tentunya dia akan berhitung berapa biaya dan energi yang dikeluarkan untuk itu. Terkesan egois dan tidak simpatik? Mungkin iya. Itulah politik. Tanpa berpretensi apa-apa saya hanya ingin mengatakan “Menangislah bersama orang yang menangis, tertawalah bersama orang yang tertawa. Jangan mengambil keuntungan dari kesusahan orang lain”